- Dukung Peningkatan Produksi Ternak, TMMD Ke-122 Bersama DKPP Kabupaten Kediri Gelar Sosialisasi di Desa Pagung
- Pjs Bupati Kediri Hadiri Apel Gelar Operasi Zebra Semeru 2024
- Hadiri Jombang Fest 2024, Pjs Bupati Kediri Ucapkan Selamat Hari Jadi Kabupaten Jombang
- Sinergi TNI dan Pemkab Kediri Tingkatkan Produktivitas Petani Lewat Pelatihan Membuat Pupuk Organik dalam Program TMMD ke-122
- Seluruh Runners Kelud Vertical Challenge Kagum dengan Keindahan Kelud
- Kenalkan Program Organik, TMMD 122 Kodim 0809/Kediri Gelar Pelatihan Pembuatan Pupuk Organik Modern
- Pemkab Kediri Gelar Upacara HUT ke-79 Jatim: Perkuat Desa Mandiri dan Tekan Kemiskinan
- Serahkan Ratusan Sertifikat PTSL, Wujud Pemkab Kediri Percepat Legalitas Hak Aset Milik Warga
- Perkuat Keamanan Siber di Daerah, Dinas Kominfo Kabupaten Kediri ikut Berpartisipasi dalam Launching CSIRT
- Forum Konsultasi Publik, Kominfo Kabupaten Kediri Gandeng Stakeholder
Perajin Wayang Kulit Banjir Pesanan di Masa Pandemi
Pandemi Covid-19 membuat para pelaku usaha harus berupaya keras mempertahankan bisnisnya agar tidak gulung tikar, tak jarang banyak yang merubah produknya hingga dapat diterima oleh masyarakat.
Namun hal tersebut tak berlaku bagi seorang perajin wayang kulit asal Kabupaten Kediri. Ia adalah Subroto, warga Desa Panjer Kecamatan Plosoklaten. Selama masa pandemi saat ini, pesanan wayang kulit berbagai ukuran datang dari berbagai kota di Jawa Timur. Dengan tetap mempertahankan kualitas produk, banyak pembeli maupun kolektor wayang yang memburu hasil buatan Subroto.
Di sebuah ruangan seluas 4 x 4 meter, dengan beberapa peralatan penunjang pembuatan wayang kulit, Subroto sehari-hari menghabiskan waktunya. Uniknya tiap kali membuat wayang, Mbah Broto panggilan akrabnya, selalu menggunakan pakaian batik ditemani alunan musik campur sari dari sebuah radio kecil di sebelahnya. Hal yang pertama dia lakukan adalah menatah kulit lembu yang ia dapat dari Blitar menggunakan alat besi. Kemudian dilanjutkan dengan proses mengecat menggunakan kuas.
Mbah Broto sudah mulai mulai membuat wayang sejak masih berusia 15 tahun, atau sejak tahun 1960. Ia mengatakan, dulu ayahnya juga adalah pembuat wayang kulit sekaligus dalang. Kecintaannya terhadap wayang kulit juga karena sang ayah selalu mengajaknya untuk membuat wayang kulit bersama, sambil menceritakan tentang kisah-kisah wayang yang sedang mereka buat.
“Dulu ilmu pembuatan wayang diwariskan oleh orang tua saya, kemudian saya mulai belajar hingga keterampilan ini saya asah terus hingga mampu membuat membuat 1 buah wayang. Setelah bapak meninggal, usaha ini mulai saya tekuni dan teruskan hingga sekarang," ujarnya sambil bercerita tentang masa kecilnya.
Lambat laun, seiring berjalannya waktu, wayang kulit buatannya semakin dikenal oleh masyarakat luas, mulai dari Kediri sampai Sulawesi karena kualitasnya yang bagus. Penjualan yang naik turun sudah biasa, namun Mbah Broto tetap konsisten membuat wayang kulit berapapun pesanan yang ia terima.
Sebelum masa pandemi, Mbah Broto bisa menjual hingga 50 lembar wayang kulit dengan berbagai ukuran. Omzetnya mencapai Rp 7.000.000 per bulan. Ketika pandemi mulai melanda dan mempengaruhi sektor perekonomian, Mbah Broto mulai mencari cara agar wayang kulitnya tetap dipesan oleh pelanggan.
Cara yang paling efektif ternyata adalah dengan menurunkan harganya. Jika sebelum pandemi dia menjual dengan harga Rp 400.000 untuk wayang ukuran kecil, maka selama pandemi dia menjualnya dengan harga Rp 300.000 per wayang. Sedangkan yang paling mahal harganya mencapai Rp 2.500.000 per wayang. "Tergantung ukuran dan tingkat kerumitan wayang tersebut,” kata pria kelahiran tahun 1945 tersebut.
Dengan turunnya harga, banyak pelanggan yang menganggap ini sebagai aji mumpung. Mereka buru-buru memesan sebelum harganya naik lagi. Contohnya saja seorang dalang asal Kota Blitar yang langsung memesan 150 wayang kulit untuk menggantikan wayangnya yang lama. “Mumpung harganya sedang turun, para dalang dan seniman akhirnya banyak yang pesan. Jika dihitung-hitung, pendapatan saya bisa Rp 10 juta per bulan selama masa pandemi,” katanya.
Besar harapan Mbah Broto kepada para pemuda saat ini, terutama pada generasi milenial untuk tidak lupa tentang sejarah. Yang tidak kalah pentingharus ada generasi penggantinya kelak agar salah satu tradisi peninggalan dari nenek moyang tetap terjaga.
"Saya berharap generasi muda jangan sampai melupakan seni wayang kulit ini karena sudah menjadi peninggalan jaman kuno dan sangat perlu dilestarikan,"pungkasnya.
Berita Terkait
- Kunyit Kuning untuk Pengolahan Pakan Ternak dan Kebutuhan Eksport
- Bantal Leher Tetap Eksis di Masa Pandemi
- Sapindelick, Brand Lokal Go Internasional
- Balai Pelestari Cagar Budaya Jawa Timur Tinjau Lokasi Penemuan Arca
- Jaga Kelestarian, 5 Arca Temuan dari Puncu Akan Dipindahkan ke Museum Kabupaten
- Pengrajin Barongan Tuai Berkah Saat Pandemi Covid
- Bambu Melimpah Disulap Menjadi Aneka Kerajinan Anyaman dan Mebeler
- Desa Blimbing Kediri Bangun Agrowisata Bukit Duraemont
- Wagub JatimTinjau Pusat Oleh-Oleh di Mengkreng
- BUMDes Sidomulyo Sukses Kelola Sumber Air Ganggong Jadi Destinasi Wisata Andalan
Jojo
Sangat bagus program dari negara terkait sertifikat tanah. Meskipun berbayar Rp 600.000.jika 1 desa ...
View ArticleNash
Alhamdulillah ...maju terus Kab. ...
View Article